Ditulis pada 23-11-2012 oleh Nita
Akhirnya, pada tanggal 10-11 November 2012 yang lalu, Konferensi Creative Commons Asia Pasifik 2012 dan Peluncuran Creative Commons Indonesia (CCIDAP2012) telah berhasil terselenggara. Antusiasme teman-teman dari seluruh Indonesia dan teman-teman dari afiliasi-afiliasi Creative Commons Asia Pasifik begitu luar biasa. Konferensi ini terdiri dari dua hari dengan dua agenda kegiatan berbeda.
Pada hari pertama yaitu tanggal 10 November 2012, merupakan ajang rapat regional dari afiliasi-afiliasi Creative Commons Asia Pasifik. Rapat regional yang rutin dilakukan ini membahas berbagai hal, tidak hanya berbagi pengalaman tentang apa saja yang telah dilakukan oleh masing-masing afiliasi, tetapi juga mengevaluasi hal-hal tersebut sehingga pada akhirnya menghasilkan program-program bersama yang diharapkan dapat mengokohkan eksistensi lisensi Creative Commons di masing-masing negara serta mempererat jaringan Creative Commons di Asia Pasifik. Ini adalah kali pertama Creative Commons Indonesia didaulat sebagai tuan rumah dari penyelenggaraan rapat regional. Selain teman-teman dari afiliasi-afilisasi di Asia Pasifik, turut hadir pula Kathleen Walsh yang merupakan Ketua Dewan Pengawas dari Wikimedia Foundation sekaligus konsil hukum dari Creative Commons Internasional serta Prof. Anne Fitzgerald dari Queensland University of Technology Australia. Kegiatan pada tanggal 10 November 2012 dibuka dengan sambutan oleh Ari Juliano Gema sebagai Legal Lead dan Ivan Lanin sebagai Public Lead. Dilanjutkan dengan laporan perkembangan dari masing-masig afiliasi, sebagai berikut:
- Creative Commons Indonesia : Pencapaian terbesar CCID adalah merampungkan lisensi Creative Commons 3.0 dalam Bahasa Indonesia yang telah dilakukan selama dua tahun terakhir.
- Creative Commons New Zealand : Ada lima hal yang berhasil dilaksanakan oleh CC New Zealand, yaitu Open Access Week 2012, Open Government: Case Studies, Open Culture: Institutions, Creative Commons in School: Mix and Mash dan Sustainable Funding and Hosting.
- Creative Commons Taiwan : Tahun ini CC Taiwan berhasil mempromosikan penggunaan lisensi CC yang bekerja sama dengan 9×9 TV serta pembuatan brosur CC.
- Creative Commons Filipina : Tahun ini merupakan tahun berat bagi CC Filipina karena adanya beberapa penyesuaian, upaya penambahan anggota dan lain sebagainya.
- Creative Commons Vietnam : Tantangan terbesar bagi CC Vietnam adalah kurangnya personil, meskipun demikian di tahun 2012 CC Vietnam berhasil bekerja sama dengan Consultan Club of Foreign Trade University serta berhasil bekerja sama dengan Olympia School.
- Creative Commons Singapura : Meskipun bergerak dengan tim kecil yang tanpa pembiayaan, CC Singapura berhasil membuat berbagai gerakan dan kegiatan dengan bantuan para penggiat.
- Creative Commons Cina Daratan : CC Cina Daratan berhasil menggelar pameran foto dengan lisensi CC. Selain itu mereka juga akan menerbitkan lisensi CC 3.0 yang telah berhasil diterjemahkan dalam bahasa Cina.
- Creative Commons Korea Selatan : CC Korea telah berhasil sebagai entitas independen yang bergerak sebagai non-profit organization dan telah berhasil melaksanakan berbagai proyek seperti CC Art Festival yang memberikan penghargaan pada para seniman yang mau membagikan karyanya dalam lisensi CC.
- Creative Commons Malaysia : CC Malaysia diluncurkan pada tahun 2006 oleh Prof. Lessig. Tantangan terbesar sejak diluncurkan adalah pemahaman masyarakat Malaysia tentang lisensi CC yang selalu salah kaprah dengan mengira mereka akan kehilangan hasil karya mereka.
- Creative Commons Australia : CC Australia berbasis di QUT dan merupakan tim kecil, namun mereka tetap mempertahankan momentum yang ada, hingga mereka berhasil meluaskan jangkauan, salah satunya saat University of Queensland mengadakan Open Access Week.
- Creative Commons Hongkong : CC Hongkong berhasil diluncurkan pada tahun 2008 oleh Prof. Lessig, yang mana hal ini mampu mendorong masyarakat untuk percaya dan menggunakan CC. Fokus utama CC Hongkong setelah peluncuran adalah sektor pendidikan. Selain itu juga fokus pada sumber-sumber pendidikan seperti buku teks dan lain sebagainya.
Sesi selanjutnya adalah sesi yang diisi oleh CC Head Quarter. Jessica Coates menjelaskan strategi-strategi yang akan ditempuh di masa depan. Juga memaparkan mengenai lima kebijakan untuk jangka waktu 2013 – 2015, seperti menghimpun persamaan global, mengkatalisasi pertumbuhan komunitas, mengembangkan produk inovatif, membangun jaringan global, mengamankan yayasan.
Setelah makan siang, sesi dilanjutkan dengan pembahasan keberlanjutan dan pembangunan komunitas. CC Korea membahas mengenai pembangunan komunitas dan pengumpulan dana dengan membaginya ke dalam tiga kategori yaitu membangun komunitas di dalam, membangun komunitas ke luar, dan mengumpulkan dana. Sejak diluncurkan, CC Korea berhasil menghapus hambatan untuk bergabung dengan komunitas. Sedangkan CC Cina Daratan memiliki strategi untuk merekrut relawan dari kalangan mahasiswa, dimulai dari mahasiswa hukum untuk membantu di komunitas. Lain halnya dengan CC Hongkong yang mencari relawan dari siswa SMA, karena mahasiswa dirasa terlalu terlambat. CC harus diperkenalkan sejak dini dengan memasukkannya ke dalam kurikulum. Sedangkan masalah pengumpulan dana selalu menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi masing-masing afiliasi seperti misalnya pengalaman CC Hongkong yang memiliki masalah dengan pajak, yang mana untuk beramal pun diperlukan sebuah status. Sedangkan CC Australia berpendapat bahwa jalan termudah untuk mendapatkan dana adalah dengan membuat proposal hibah dari pemerintah, yang selama ini telah mereka lakukan. Isu beranjak pada promosi dan memperluas jangkauan. CC Indonesia mengatakan bahwa kekuatan dari CCID adalah jaringan dan komunikasi dengan fokus saat ini menjangkau para seniman yang dilanjutkan dengan menjangkau pemerintah. Sedangkan CC Australia menganggap situs adalah tempat paling baik untuk mempromosikan CC dengan menjangkau situs-situs seperti Youtube, maka semakin banyak yang mengenal CC. Sedangkan CC Singapura mengangkat isu bagaimana caranya untuk memperkenalkan CC dengan cara yang sederhana, dalam kalimat yang sederhana yang mudah dipahami. Hingga sesi hari pertama berakhir dengan menyimpulkan hal-hal yang menjadi fokus utama saat ini adalah kerja sama penerjemahan lisensi, contohnya dengan membuat proyek kolaborasi beberapa bahasa berbeda seperti pembuatan buku anak-anak dan lain sebagainya. Lalu, fokus berikutnya adalah mempromosikan keterbukaan pada riset-riset, data, dan sumber-sumber pendidikan dan yang terakhir adalah membentuk dan mentoring hubungan antar afiliasi dengan berbagi dokumen.
Demikian rapat regional berakhir dan ditutup pada pukul 17.00 WIB. Seluruh afiliasi berharap agar terdapat pencapaian-pencapaian dari hal-hal yang telah dirumuskan bersama. Seluruh notulensi dari kegiatan rapat regional dapat dilihat pada pranala ini dan simak juga kicauan langsungnya! Semangat berbagi, Sharing to Empower!