Seberapa Besarkah Kebebasan yang Anda Inginkan?

Ditulis pada 16-10-2012 oleh Nita

Ini adalah salah satu ulasan buku Budaya Bebas oleh salah satu peserta Konferensi Creative Commons Asia Pasifik 2012 dan Peluncuran Creative Commons Indonesia. Ulasan ini diterbitkan oleh Handoko Suwono dari Surabaya dalam akun blog-nya http://www.datacom.co.id/blog.html. Ulasan asli dimuat dalam Bahasa Inggris “How Much Freedom Do You Need?”, namun berikut adalah ulasan yang telah diterjemahkan oleh Handoko Suwono.

“Semua orang harus diperbolehkan untuk mengekspresikan diri mereka secara bebas dan terbuka secara online, tanpa takut terputus.” Kutipan ini berulang kali disebutkan untuk menanggapi respon dari UU Pencegahan Cybercrime baru di Filipina [1] yang akan membatasi ekspresi orang di internet berdasarkan hukum.

Resolusi [2] ini ditandatangani oleh Dewan Hak-hak Asasi Manusia PBB pada Februari lalu 2012 setelah media sosial memicu “Arab spring” dan menggulingkan presiden Tunisia Ben Ali pada tahun 2011.

Seberapa Besarkah Kebebasan yang Anda Inginkan?

David Poque mengulas buku Lawrence Lessig: “Code: And Other Laws of Cyberspace”, yang membedakan antara dunia internet dan yang tidak terhubung.

“Tidak seperti hukum yang sebenarnya, perangkat lunak internet tidak memiliki kapasitas untuk menghukum. Ini tidak mempengaruhi orang-orang yang tidak online (dan hanya minoritas kecil dari populasi dunia yang terhubung). Dan jika anda tidak menyukai sistem internet, anda selalu dapat mematikan modem anda.”

Disarankan pada saat kehidupan di dunia maya menjadi buruk, kita selalu bisa mematikan modem, mencabut komputer, dan setiap masalah yang ada dalam dunia maya tidak akan “mempengaruhi” kita lagi. Kenyataannya, ada lebih banyak orang yang tidak terhubung daripada orang-orang yang terhubung dalam populasi dunia. Itu mungkin saja terjadi pada tahun 1999.

Ingatkah anda akan argumen yang sama ketika perokok pasif dipengaruhi oleh orang-orang yang perokok aktif?

Lessig selanjutnya mendefinisikan banyak hal yang berkaitan dengan hak cipta dalam bukunya “Budaya Bebas”, 2004.[3]

Budaya Bebas menjelaskan tentang masalah internet yang terjadi setelah modem dimatikan atau hal-hal yang mempengaruhi orang-orang yang tidak online. Tidak ada saklar yang bisa membatasi kita dari internet. Disebutkan bagaimana caranya mendefinisikan hak-hak dasar kekayaan intelektual yang berkaitan dengan kebebasan ber-ekspresi di internet.

“Hak untuk kebebasan berbicara adalah hak untuk mengungkapkan pikiran seseorang tanpa sensor oleh pemerintah. Hak Cipta tidak melarang siapa pun untuk membuat novel asli mereka sendiri, lagu atau karya seni.. Yang terpenting, hak cipta tidak menghentikan orang-orang untuk berpikir, berbicara atau menulis tentang suatu karya.”

Hal ini lebih jelas dinyatakan lagi di artikel ini, “Copyright doesn’t limit online speech” [4] oleh Adam Mossoff, sewaktu berbicara di University of Texas pada forum “Free Speech and Intellectual Property” pada bulan September 2012.

“Salah satu klaim umum adalah bahwa hak cipta tidak sama dengan hak milik sebuah rumah, hak cipta pemilikan mengamankan kata-kata dan ekspresi intelektual atau budaya lainnya, dan tidak seperti tanah, kata-kata adalah tentang hal kebebasan berpikir dan berbicara..”

Seberapa jauhkah kebebasan itu?

Catatan: Lawrence Lessig adalah seorang ahli hukum yang bergerak dalam paten perangkat lunak, yang ia lihat sebagai ancaman untuk perangkat lunak bebas / open source dan kebebasan ber-inovasi. Dia adalah pendiri Creative Commons [5] pada tahun 2001. Anda bisa mendapatkan salinan gratis dari buku Budaya Bebas dari link ini.