Ditulis pada 18-07-2016 oleh Chris
Zaman sekarang sudah banyak gambar dan video yang terlepas begitu saja di Internet, tanpa kita mengetahui dari mana asal usulnya dan apakah kita bisa menggunakan gambar atau video tersebut secara bebas. Karena itu, cukup banyak foto digunakan secara asal-asalan, tanpa memperhatikan hak ciptanya.
Di artikel singkat ini, kami akan menjelaskan sedikit mengenai cara mengetahui status hak cipta gambar atau video, sehingga gambar atau video tersebut dapat digunakan secara bebas.
Karya Seni Rupa
Menurut Pasal 58 Ayat (1) dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta), semua karya seni rupa, baik itu lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, ataupun kolase, dilindungi hak ciptanya selama hidup Pencipta (pelukis, penggambar, pengukir, dst.) dan terus berlangsung selama tujuh puluh tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Dalam kata lain, apabila seorang pelukis meninggal dunia pada tanggal 4 Juli 2016, maka hak cipta karya lukisnya dilindungi sampai tanggal 1 Januari 2087.
Mari kita lihat contoh di bawah sebagai ilustrasi periode perlindungan hak cipta untuk beberapa bentuk karya seni:
Gambar di atas adalah lukisan yang berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro yang dilukis Raden Saleh (1810–1880) pada tahun 1857. Karena lukisan ini merupakan suatu karya seni rupa, maka menurut UU Hak Cipta yang berlaku sekarang hak ciptanya dilindungi sepanjang hidup Raden Saleh dan terus dilindungi selama tujuh puluh tahun setelah ia meninggal, dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1881. Dengan demikian, menurut UU Hak Cipta yang berlaku sekarang, perlindungan hak cipta terhadap lukisan ini habis pada tanggal 1 Januari 1951.
Karya Fotografi
Masa berlaku karya fotografi dan sinematografi dihitung berbeda dari masa berlaku gambar lain. Menurut Pasal 59 Ayat (1) dari UU Hak Cipta, karya fotografi (termasuk potret) dilindungi selama lima puluh tahun setelah karya pertama kali diumumkan.
Dalam kata lain, karya fotografi yang diterbitkan di koran, buku, majalah, internet, dan sebagainya akan dilindungi hak cipta selama lima puluh tahun setelah dia pertama diterbitkan. Mari kita lihat contoh:
Karya fotografi di atas pertama kali diterbitkan pada tahun 1952 dalam buku Indonesia Tanah Airku karya G. Silitonga, R. Soekardi, dan S. Tambunan. Meskipun nama fotografer tidak disebutkan, hal ini tidak menjadi masalah untuk mengetahui masa berlaku hak ciptanya karena masa berlakunya hak cipta atas karya ini sepenuhnya dihitung berdasarkan tahun terbit buku Indonesia Tanah Airku.
Dengan demikian, menurut UU Hak Cipta yang berlaku sekarang, perlindungan hak cipta terhadap lukisan ini habis pada tahun 2002.
Pengumuman karya fotografi, sebagaimana dipahami UU Hak Cipta, tidak mesti melalui penerbitan buku. Sebuah pengumuman dipahami sebagai pembacaan, penyiaran, pameran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun baik elektronik atau non-elektronik atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
Dengan demikian, pengumuman juga dapat berupa pengedaran karya fotografi untuk kepentingan publisitas, seperti foto Mieke Wijaya di bawah:
Potret di atas diambil oleh Tati Studio kira-kira pada tahun 1960, lalu diedarkan sebagai foto publisitas. Dengan demikian, karya fotografi ini telah habis masa berlaku perlindungan hak ciptanya pada tahun 2010.
Karya fotografi di atas pertama kali diterbitkan pada tahun 1952 dalam buku, masa berlaku perlindungan hak ciptanya habis pada tahun 2002.
Karya Sinematografi
Seperti halnya karya fotografi, hak cipta atas karya sinematografi (film) dilindungi selama lima puluh tahun setelah karya pertama kali dilakukan Pengumuman. Dalam kasus karya sinematografi, pengumuman dapat dipahami sebagai penayangan pertama suatu film.
Film Darah dan Doa pertama kali ditayangkan pada pertengahan tahun 1950. Dengan demikian, karya Usmar Ismail ini telah bebas hak cipta pada tahun 2002, sehingga dapat digunakan secara bebas di Indonesia.
Beberapa Kasus Problematis
Karya Terbitan Pemerintah
Meskipun beberapa Ciptaan pemerintah dilindungi hak cipta, menurut Pasal 43 huruf b. dari UU Hak Cipta, segala ciptaan oleh atau atas nama pemerintah Indonesia dapat digunakan secara bebas, asalkan ciptaan yang digunakan tersebut tidak dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Ini tidak berarti bahwa ciptaan tersebut bebas hak cipta; ini hanya berarti bahwa penggunaan ciptaan tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta terhadap pemerintah oleh UU.
Foto di atas diambil dari buku Know Indonesia… Know Your Friend, yang diterbitkan oleh Departemen Penerangan Republik Indonesia pada tahun 1951 untuk memperkenalkan Indonesia kepada orang-orang asing. Sejak 2001, masa berlaku perlindungan hak cipta atas karya fotografi dalam buku tersebut sudah habis; namun, teks dari buku tersebut tetap berhak cipta.
Hak Cipta orang lain
Ketika kita mereproduksi seluruh atau sebagian dari ciptaan orang lain, hak cipta atas ciptaan tersebut tidak menjadi milik kita. Kita memang berhak atas karya hasil kita (misalnya, foto Monas), tetapi hak cipta atas ciptaan yang direproduksi (misalnya, Monas) tetap dilindungi. Karena itu, kita tidak boleh menggunakan reproduksi kita atas ciptaan orang lain dengan bebas; kita masih harus menghormati hak cipta pencipta objek yang direproduksi. Adapun reproduksi atau pemodifikasian ciptaan tersebut dapat dilakukan merujuk pada ketentuan masa berlaku perlindungan hak cipta yang berlaku terhadap jenis ciptaan tersebut.
Karya fotografi di atas, yang mengambil Candi Banyunibo di Yogyakarta sebagai objek, diumumkan dengan lisensi Creative Commons. Namun, fotografer tidak memiliki hak cipta atas objek tersebut. Sebelum foto ini dapat digunakan secara bebas, maka status hak cipta candi harus ditanyakan. Karena UUHC yang berlaku di Indonesia belum mengecualikan pengabadian obyek dalam medium lukis, fotografi, atau video ketentuan penggunaan ciptaan dalam perbuatan-perbuatan yang dijabarkan pada Pasal 9, kecuali jika perbuatan tersebut memenuhi klausa penggunaan wajar. Mengingat bahwa candi ini dibangun pada abad ke-9, tentu masa berlaku perlindungan hak ciptanya sebagai karya arsitektur sudah habis, artinya berbagai macam penggunaanya dapat dilaksanakan secara langsung asal tetap menyebutkan sumber ciptaan dan nama penciptanya.