Ditulis pada 24-08-2016 oleh Hilman
Apa itu Open Street Map?
Sebagai seorang pembuat peta, atau seseorang yang membutuhkan informasi terkait lokasi suatu tempat, Anda akan dihadapkan pada dua pilihan aplikasi: Google Maps atau OpenStreetMap?
Yang kemudian diikuti dengan pertanyaan: “Kenapa menggunakan OpenStreetMap jika ada Google Maps?”
Contoh pencarian lokasi dari OpenStreetMap. (Sumber)
Belum ada jawaban otoritatif tentang aplikasi mana yang lebih baik. Karena, sebenarnya kedua program ini memiliki banyak kesamaan. Terutama dalam urusan untuk menjawab kebutuhan informasi tentang letak suatu tempat. Perbedaan filosofis antara dua program ini adalah pendekatan “Open” (Terbuka) dan “Closed” (Tertutup) dalam aktivitas pengumpulan dan pendistribusian data.
OpenStreetMap (OSM) lahir di Inggris pada tahun 2004, ketika sumber data sebagai acuan pembuatan peta sangat dikuasai oleh pemerintah. Kesempatan pihak sipil untuk mengakses data-data ini sangat dibatasi. Biaya aksesnya pun tinggi, sehingga data-data ini lebih sering diakses oleh perusahaan besar. OSM mengembangkan sistem yang mirip dengan wikipedia, sehingga para penggunanya dapat mengakses peta secara gratis, sekaligus menyunting peta tersebut di dalam jaringan. Kemudahan penggunaan yang diikuti oleh kebutuhan akan sumber data peta terbuka, meningkatkan jumlah pengguna OSM sebanyak 2,2 juta pengguna.
Paham crowdsourcing ini kemudian juga dianut oleh Google dengan menciptakan Google Map Maker pada tahun 2008. Program ini menawarkan pendekatan dan fitur tatap muka yang mirip dengan OSM. Hal ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersifat lokal dari para kontributor. Meskipun pendekatannya mirip dengan OSM, masih ada perbedaan yang mendasar antara kedua program ini.
Setiap suntingan yang Anda buat di OSM akan menjadi milik Anda, dan orang-orang atau komunitas yang membutuhkannya. Namun, setiap data atau peta yang Anda kontribusikan di Google Map Maker… menjadi milik Google.
Pendekatan yang dianut oleh OSM bisa dibilang rentan terhadap aksi perusakan. Namun pada kenyataannya, model peta tertutup juga sama rentannya dengan peta terbuka. Namun, para kontributor OSM dapat menindak aksi perusakan tersebut dengan cepat. Hal ini dimungkinkan karena OSM mengedukasi, dan mengubah orang-orang yang tadinya hanya menjadi pengguna, untuk kemudian menjadi kontributor di OSM. Salah satu contoh kekuatan komunitas OSM dapat dilihat ketika terjadi krisis di suatu tempat. Pada tahun 2010, ketika Haiti digoncang gempa berkekuatan 7.0 skala richter, komunitas OSM hanya memerlukan beberapa jam untuk memetakan wilayah terdampak dari pengamatan melalui satelit. Pemetaan yang dilakukan oleh para kontributor dapat memudahkan regu penyelamat dalam menjalankan tugasnya.
Selain itu, jasa penyedia data peta komersial biasanya berfokus menyediakan fitur-fitur tertentu yang menyebabkan suatu peta memiliki nilai komersial. Sedangkan kontributor OSM yang tidak dituntut untuk menghasilkan uang dari kontribusinya, bebas untuk berkreasi dalam tiap kontribusinya. Mereka biasanya menyumbangkan peta untuk beragam jenis penggunaan. Kontributor dapat mempersembahkan kontribusinya untuk pendaki, pesepeda, penyandang disabilitas, atau bahkan pelaut. Manfaat dari OSM juga dirasakan oleh beberapa perusahaan besar. Perusahaan ini mulai menggunakan OSM, karena biaya yang dikenakan Google Maps oleh Google dirasa terlalu tinggi. Pada bulan Februari 2012, Foursquare memanfaatkan peta dari OSM dalam aktivitas penyediaan layanannya. Yang kemudian diikuti oleh Wikipedia pada bulan Maret. Bahkan Apple juga menggunakan data dari OSM untuk peta yang mereka buat.
Aspek Hukum OpenStreetMap
Pada awalnya, data-data yang diterbitkan oleh OSM berada di bawah ketentuan lisensi terbuka Creative Commons. Lisensi yang digunakan kala itu adalah CC BY-SA (Atribusi-BerbagiSerupa) 2.0. Namun, dalam penerapan ketentuan tersebut timbul pertanyaan-pertanyaan:
Apakah pengguna data peta harus memberikan atribusi kepada 1000 lebih kontributor peta tersebut? Atau hanya memberikan atribusi kepada OpenStreetMap saja?
Selain itu, terdapat teori yang dilontarkan salah satu pengguna kepada OSM, apakah data dalam bentuk peta di OSM juga merupakan karya kreatif seperti yang dimaksudkan oleh ketentuan hak cipta Creative Commons?
Setelah melalui banyak pertimbangan, OSM menjatuhkan pilihanya pada model lisensi Open Database License (ODbL) yang disediakan oleh Open Data Commons. Perlindungan yang dipersembahkan oleh lisensi ini hanya meliputi basis data saja. Setiap obyek lain yang terkandung di dalam basis data tersebut, seperti gambar, harus dilisensikan kembali (sublisensi) menggunakan lisensi lain yang kompatibel.
Ketentuan lisensi ini memperbolehkan Anda untuk:
- Menggandakan dan memanfaatkan kembali seluruh atau bagian substansial dari suatu konten;
- Membuat ciptaan turunan dari basis data tersebut;
- Membuat ciptaan kompilasi dari basis data tersebut;
- Membuat hasil reproduksi dari suatu konten untuk sementara maupun permanen, dengan tujuan apapun, dalam bentuk apapun, secara keseluruhan maupun hanya bagian substansial, termasuk basis data yang merupakan ciptaan turunan, dan basis data yang terkumpul dalam satu kompilasi;
- Mendistribusikan, mengkomunikasikan, memajang, meminjamkan, menyediakan, atau mempertunjukkannya kepada publik, dengan tujuan apapun, dalam bentuk apapun, secara keseluruhan maupun hanya bagian substansial, termasuk basis data yang merupakan ciptaan turunan, dan basis data yang terkumpul dalam satu kompilasi.
Dengan ketentuan, Anda harus menerapkan Atribusi yang sesuai untuk setiap konten dari basis data yang Anda gunakan. Atribusi yang dimaksudkan adalah dengan menyebutkan judul basis data tersebut, mencantumkan tautan ke sumber basis data tersebut, dan menyebutkan lisensi yang diterapkan pada basis data, yaitu lisensi ODbL. Penggunaan basis data sebagai bagian dari karya kompilasi tidak diwajibkan untuk mematuhi ketentuan BerbagiSerupa. Selain itu, Anda dilarang untuk menerapkan Digital Rights Management (DRM) pada karya turunan maupun karya kompilasi yang mengandung konten dari basis data tersebut.
Terjadinya perubahan ketentuan ini sempat menyebabkan dihapusnya beberapa konten dari basis data OSM. Konten-konten tersebut harus dihapus karena ada beberapa kontributor yang tidak setuju dengan ketentuan yang baru. Beberapa konten lainnya dihapus karena bukan merupakan obyek yang kompatibel untuk berada di bawah ketentuan ODbL. Namun pada akhirnya 90% data tersebut tetap bisa bertahan, meskipun Australia dan Polandia menjadi Negara yang paling terdampak karena perubahan ketentuan tersebut.
Kegiatan OpenStreetMap di Indonesia
Sebagai fasilitas peta terbuka yang sudah dikenal luas, OSM juga dikenal di Indonesia. Melalui Humanitarian OpenStreetMap Team (HOT), OSM Indonesia banyak terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan pemerintah di Indonesia. Kegiatan-kegiatan mereka meliputi kegiatan pelatihan, dan kolaborasi. Di Yogyakarta, OpenStreetMap pernah mengadakan pelatihan INASafe dan QGIS kepada mahasiswa Universitas Pembangunan Yogyakarta. Lalu, OSM juga berkolaborasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta untuk merespon banjir di DKI Jakarta. Dalam kegiatan ini tim HOT menggunakan Geo Data Collect untuk mengumpulkan data genangan dan lokasi pengungsian. Data ini kemudian dimanfaatkan untuk memetakan titik genangan dan titik pengungsian ketika banjir terjadi di Jakarta.
OpenStreetMap Indonesia juga pernah berkolaborasi dengan Kolektif Hysteria di Semarang. Mereka membuat pemetaaan ketahanan masyarakat Indonesia, dengan kota Semarang sebagai sample. Data yang didapat dari hasil kolaborasi ini nantinya dapat diakses oleh pemerintah daerah, sebagai acuan dalam pembuatan kebijakan yang dapat merespon hasil temuan tersebut. Rangkaian kegiatan tersebut dapat Anda tonton di video berikut ini.
Sebagai penutup, karena lisensi ODbL berlaku di seluruh dunia, berarti setiap konten dari basis data peta Indonesia yang Anda gunakan harus mematuhi ketentuan lisensi ODbL.
Sebagian isi dari artikel ini merupakan hasil terjemahan dari artikel “Why would you use OpenStreetMap if there is Google Maps?” oleh Aleks Buczkowski